Menjadi satu dalam pernikahan memang bukan persoalan yang mudah, karena setiap pribadi memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Sepertinya sangat-sangat mustahil menyatukan dua kepribadian di dalam sebuah pernikahan yang suci dan kudus.
Ada banyak pernikahan yang hancur dan kandas di tengah jalan karena masing-masing mempertahankan egoisme diri sendiri. Tidak hanya itu, kepribadian dan sifat yang berbeda juga menjadi penyebab utama rusaknya hubungan pernikahan atau hubungan dalam berpacaran.
Oleh sebab itu, menyatukan dua kepribadian yang berbeda menjadi satu seakan-akan mustahil untuk bisa dilakukan. Meskipun demikian, kita juga tidak boleh putus asa dan berkecil hati. Karena masih banyak pasangan-pasangan yang hidup bahagia sampai maut memisahkan walalupun mereka memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Artinya menyatukan dua kepribadian masih bisa dilakukan, yaitu dengan meletakan kasih yang sejati sebagai dasarnya.
Menjadi satu dalam pernikahan
Menjadi satu dalam pernikahan yang suci dan kudus adalah harapan bagi pasangan muda-mudi yang telah siap dan mengambil komitmen untuk menikah. Keputusan ini tentulah sudah dipikirkan dengan seksama dan juga melalui doa. Walaupun demikian, mengenal dan memahami karakter pasangannya juga sangatlah penting, supaya bisa saling memahami.
Istilah menjadi satu daging memang disebutkan di dalam Alkitab dan menjadi dasar bagi pernikahan kristen. Hal ini tertulis di dalam Kejadian 2:24, “… sehingga keduanya menjadi satu daging.” Ayat ini juga dikutif di dalam Perjanjian Baru melalui pengajaran Tuhan Yesus Matius 19:5.
Istilah menjadi satu daging bertujuan untuk menjelaskan makna dari esensi pernikahan tersebut. “Menjadi satu daging” menunjukkan bahwa pasangan yang menikah telah menjadi satu, mereka akan saling melengkapi dan saling mengasihi. Menyakiti pasangan sama halnya dengan menyakiti dan melukai diri sendiri, karena mereka telah menjadi satu.
Oleh sebab itu, apa yang telah disatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Mereka yang telah menjadi satu daging tidak boleh bercerai, karena akan menyakiti, melukai dan menghancurkan pasangannya.
Mungkinkah mereka benar-benar menjadi satu?
Menjadi satu daging di dalam pernikahan yang kudus memang menjadi tantangan dan persoalan bagi para pemuda-pemudi yang mengambil keputusan untuk menikah. Artikel ini akan menjelaskan dan menggali lebih dalam mengenai pertanyaan: mungkinkah mereka benar-benar menjadi satu?
Di dalam Alkitab tidak ada ayat yang menjelaskan secara detail bahwa ada manusia yang memiliki karakter atau sifat yang sama. Dalam banyak kasus setiap pribadi selalu ditunjukkan dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Misalnya anak laki-laki Yakub yang berjumlah 12 orang dan memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan Alkitab lebih banyak menjelaskan karakter-karakter yang berbeda, sehingga ada tanggung jawab mereka untuk saling peduli, saling memperhatikan dan juga saling menerima. Tentulah hal ini dapat memberikan penjelasan bahwa tidak ada orang yang memiliki karakter dan sifat yang sama, sehingga setiap individu selalu berbeda-beda.
Oleh sebab itu, 10 Hukum Tuhan di dalam Keluaran 20 dan Hukum Kasih di dalam Matius 22:39 mengakomidasi perbedaan-perbedaan ini supaya bisa saling mengasihi dan saling menerima. Sehingga nampak jelas bahwa ketika membangun sebuah hubungan dan pernikahan pun mereka harus bisa saling menerima perbedaan tersebut.
Dasar pernikahan yang terdapat dalam Kejadian 2:24 dan matius 19:5 “Menjadi satu daging” tentulah sangat-sangat bisa untuk dilakukan. Setiap pasangan muda-mudi bisa menjadi satu, asalkan mereka meletakan dasar dan membangunnya dengan kasih yang sejati.
Kesimpulan
Kasih yang sejati telah dicontohkan di dalam diri Tuhan Yesus Kristus yang mengasihi manusia berdosa dengan cinta yang tulus, rela berkorban, tidak menuntut dan memberikan nyawanya. Tidak ada cinta yang tulus selain yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Meneladani cinta kasih Yesus kristus dalam mengasihi dan memperlakukan manusia yang berdosa inilah yang terpenting.
Dengan cinta seperti apakah kita memperlakukan pasangan kita? Cinta yang menuntut, cinta yang mengatur, cinta yang memaksakan kehendak atau kita memberikan cinta yang tulus dan tanpa pamrih kepadanya. Cinta yang benar tidak pernah memaksakan kehendak. kasih yang sejati selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan.
Dengan demikian, menjadi satu dalam pernikahan tentulah dapat dilakukan oleh semua pasangan yang mendasari serta membangun hubungannya dengan kasih yang benar. Kasih yang benar membuat mereka bisa saling menerima dan menghargai perbedaan, saling melengkapi, saling mendukung dan saling menjaga.
Oleh sebab itu, jangan takut atau kuatir untuk membangun dan mengambil komitmen untuk menikah. Pastikan kalian sudah menemukan pasangan hidup yang tepat dan membangunnya dengan cara yang benar. Jangan menikah karena paksaan atau karena dorongan orang lain, tetapi menikahlah karena kamu sudah menemukan pasangan melalui doa-doamu dan yakin terhadap pasanganmu.