Alkitab tidak dapat salah merupakan doktrin iman kristen mengenai ketidakbersalahan Alkitab dalam ajaran dan penulisan naskah aslinya, karena para penulis di ilhami oleh Roh Kudus. Wayne grudem dalam bukunya Systematic Theology An Introduction to Bible Doctrine menjelaskan bahwa Alkitab benar-benar perkataan Allah, dinspirasikan oleh Roh Kudus dan bebas dari berbagai kesalahan (Wayne grudem, 2000).
Walaupun demikian, dalam terjemahannya ke dalam berbagai bahasa di dunia dimungkinkan ada kesalahan. Karena menterjemahkan Alkitab dari bahasa Ibrani-Yunani ke dalam bahasa lain membutuhkan pakar dan banyak ahli bahasa. Hal ini bertujuan supaya tidak ada kesalahan-kesalahan yang fatal dalam melakukan terjemahan.
Ketidakbersalahan Alkitab tentu menjadi doktrin utama dalam iman kekristen. Apabila doktrin ini jatuh maka semua doktrin -doktrin yang lain akan runtuh secara otomatis. Oleh sebab itu, penulisan Alkitab dalam rentang waktu yang cukup lama dan ditulis dalam waktu yang berbeda menjadi perhatian bagi para teolog dan penafsir Alkitab.
Alkitab tidak dapat salah
Dalam sejarah Alkitab, ujian terhadapa kebenaran dan kredibilitas Alkitab sebagai firman Allah yang hidup tentulah dapat terlihat. Bagaimana dalam setiap serangan-serangan yang meragukan kebenaran Alkitab dapat dengan mudah dipatahkan.
Alkitab membuktikan dirinya sendiri mengenai kebenarannya melalui bukti-bukti di dalamnya, karena itu Alkitab memiliki otoritas dan berwibawa. Pada waktu konsili internasional di Chicago menyatakan bahwa Alkitab tidak dapat keliru dalam ajarannya.
E.J Young juga menjelaskan mengenai inerasi Alkitab sebagai berikut “Alkitab memiliki kualitas sehingga bebas dari salah.” Mengapa memiliki kualitas? Kualitas yang dimaksudkan menunjuk kepada proses dari penulisan Alkitab itu sendiri.
Ineransi Alkitab
Di dalam doktrin Alkitab dikenal istilah mengenai “ineransi Alkitab.” Ineransi Alkitab merupakan keyakinan yang menyatakan bahwa Alkitab adalah perkataan/sabda Allah yang hidup, diinspirasikan kepada para penulis sehingga tidak dapat salah. Alkitab tidak dapat salah menunjuk kepada segala ajaran di dalamnya dan juga dalam penulisan naskah aslinya.
Beberapa teolog kristen menyatakan bahwa ketidaksalahan tersebut hanya berlaku pada teks asli (autograf) dari Alkitab, bukan pada salinan atau terjemahan. Sehingga dalam berbagai salinan dan terjemahan dimungkinkan ada kesalahan. Hal ini juga bisa disebabkan oleh frasa-frasa tertentu yang sulit diterjemahkan karena tidak ada persamaan kata yang tepat.
Bapa-bapa gereja yakin dan percaya bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dibacakan dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Bahkan kitab-kitab tersebut sudah menjadi dasar pengajaran dan khotbah di gereja mula-mula secara turun-temurun dan diterima di masing-masing gereja lokal.
Pada waktu itu, Kitab Suci/Alkitab diterima oleh gereja-gereja lokal yang tersebar diberbagai tempat sebagai Firman Allah Yang Hidup, memiliki otoritas dan wibawanya tidak pernah diragukan.
Di dalam sepanjang sejarah ada banyak teolog yang meyakini dan percaya bahwa Alkitab bersifat historis dan aktual. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah Jerome, Theodorus dari Mopsuestia dan juga Cryill dari Alexandria.
Tuhan Yesus dalam berbagai pengajaran juga mengutif dan menerima kitab-kitab Perjanjian Lama. Misalnya pengajaran Tuhan Yesus yang terdapat dalam Matius 5:17-18, Lukas 24:27 dan juga dalam Yohanes 10:34-36.
Pandangan bahwa Alkitab bisa salah
Wibawa dan otoritas Alkiab yang tidak dapat salah telah diragukan dan diturunkan derajatnya oleh tokoh-tokoh tertentu yang juga memiliki pengaruh yang besar . Tokoh-tokoh ini bermunculan pada abad pertengahan dan tumbuh subur sekitar abad ke-17. Berikut ini akan dijelaskan mengenai beberapa teori/pandangan mengenai Alkitab bisa salah.
Francis Bacon dengan teori Induktivisme
Pertama, Francis Bacon dengan teori Induktivisme. Berdasarkan pandangannya Alkitab bisa salah dalam hal-hal historis dan juga yang menyangkut dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan Alkitab tidak bersalah hanya dalam ha-hal rohani saja.
Pandangan Francis Bacon ini tentu menurunkan wibawa dari Alkitab, pernyataannya tentulah tidak dapat diterima di dalam iman kekristenan. Karena dalam hal-hal historis Alkitab justru memberikan data yang aktual dan bukti-bukti yang valid mengenai perkembangan dan peradaban manusia.
Berbagai kisah-kisah besar mengenai Sodom dan Gomora, Air Bah, Raja Firaun di Mesir, Kerajaan Asyur, Kerajaan babel dan juga Media Persia dibuktikan dari dalam Alkitab sendiri. Data-daa sejarah tersebut tentulah dapat dibuktikan kebenarannya, karena Alkitab juga bersifat historis.
Thomas Hobes dengan teori Materialisme
Kedua, Thomas Hobes dengan teori Materialisme. Hobes dalam pandangannya menyatakan bahwa ada peristiwa di dalam Alkitab yang tidak bisa diterima secara akal sehat, khususnya mengenai mujizat-mujizat yang terjadi. Karena mujizat-mujizat ini melampaui akal, maka kebenaran dari Alkitab sangat diragukan.
Thomas Hobes menilai dan memahami kebenaran Alkitab hanya berdasarkan kemampuan manusia saja, sehingga ia tidak percaya dengan mujizat dan hal-hal yang bersifat supranatural. pandangan ini tentu sangatlah bertentangan dengan iman kekristenan. Allah itu Maha segalanya sehingga mujizat dan tanda-tanda ajaib selalu menjadi bukti bahwa Allah itu benar-benar dan Mahakuasa.
Spinoza dengan teori Rasionalisme
Ketiga, Spinoza dengan teori Rasionalisme. Spinoza membangun dan mengembangkan kritik tinggi terhadap Alkitab. Ia menyatakan bahwa kebenaran Alkitab dapatlah diketahui secara matematika dan Alkitab juga banyak berisi kontradiksi-kontradiksi atau pertentangan.
Lebih lanjut Spinoza juga menjelaskan bahwa Alkitab hanya berisi firman Tuhan yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut agama atau berhubungan dengan spritual. Pandangan ini juga tidak dapat dibenarkan dalam iman kristen. Karena Alkitab adalah Firman Allah Yang Hidup, memiliki wibada dan berotoritas karena pengarang aslinya adalah Allah sendiri.
Hume dengan teori Empirisme Skeptik
Keempat, Hume dengan teori Empirisme Skeptik. Dalam berbagai pandangannya Hume menyatakan bahwa mujizat itu tidak ada dan tidak pernah terjadi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa mujizat itu melanggar hukum alam, bahkan Allah pun harus taat kepada hukum alam tersebut.
Hume dengan teori Empirisme Skeptik tentu telah sangat menyimpang jauh dari kebenaran firman Allah di dalam Alkitab. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa Hume sebenarnya tidak percaya akan keberadaan Allah, kekuasaan-Nya yang absolut dan yang Maha Kuasa.
Kesimpulan: Alkitab tidak dapat salah
Empat teori yang diuraikan di atas merupakan pandangan yang telah menjatuhkan kebenaran dari Alkitab sebagai Firman Allah yang hidup. Karena telah menafsirkan dan memahami Alkitab dengan anggapan dan dasar-dasar yang salah.
Akibatnya, teori yang dihasilkan pun telah menyimpangkan kebenaran Alkitab yang bersifat historis dan aktual serta meragukan mujizat dan kuasa-kuasa Allah yang telah dinyatakan.
Di Iman Kristen, semua meyakini dan mempercayai bahwa “Alkitab tidak dapat salah” dalam pengajarannya dan juga dalam penulisan naskah aslinya. Karena Allah yang menjadi inisiator dari penulisan Alkitab itu sendiri, sehingga “Kitab Suci” menjadi berwibawa dan berotoritas.