Penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan Sehari-Hari

Penggunaan bahasa jawa

Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang kaya akan budaya dan juga sejarah dan dipakai oleh jutaan orang Jawa di Nusantara. Dalam penggunaannya, bahasa ini memiliki beberapa tingkatan dalam penggunaannya.

Misalnya bahasa yang digunakan sehari-hari yang kasar disebut dengan “ngoko,” bahasa yang netral/tidak kasar disebut “madya” (bahasa yang sopan, umum), dan bahas Jawa yang halus disebut “kromo/krama inggil”.

Setiap tingkatan tersebut menunjukkan identitas dan tingkatan dalam menunjukkan sikap kesopanan ketika sedang berbicara kepada orang lain.

Bahasa Jawa juga kaya akan sastra, baik lisan maupun tulisan, yang mencakup cerita rakyat, puisi, dan wayang.

Hal ini menunjukkan betapa dalam dan variatifnya ekspresi budaya yang dapat ditemukan dalam bahasa ini. Selain itu, penggunaannya dalam tradisi dan upacara adat juga menguatkan identitas budaya masyarakat Jawa.

Penggunaan Bahasa Jawa

Seperti banyak bahasa daerah lainnya, bahasa Jawa menghadapi tantangan dalam pelestariannya, terutama dengan pengaruh bahasa Indonesia dan globalisasi.

Oleh karena itu, penting untuk terus mengajarkan dan mempromosikan penggunaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda agar warisan budaya ini tetap hidup. Setiap tingkatan digunakan sesuai dengan konteks sosial di daerah masing-masing, secara khusus di Jawa.

Bahasa tersebut digunakan untuk mencerminkan norma kesopanan dan penghormatan kepada lawan bicara, misalnya berbicara kepada teman sebaya dan kepada orang yang lebih tua akan menggunakan bahasa yang berbeda.

Keunikan bahasa Jawa juga terletak pada kosa katanya yang kaya. Dalam beberapa hal terkadang sangat sulit menerjemahkan bahasa Jawa ke bahasa lain secara langsung.

Hal tersebut disebabkan oleh kosa-kata bahasa Jawa yang terkadang memiliki pengertian atau nuansa tertentu yang sulit untuk diterjemahkan.

Bahasa Jawa juga kaya akan karya sastra dan seni yang terimplementasi di dalam tradisi, seperti tarian-tarian, lagu, puisi, cerita rakyat, dan wayang. Karya-karya ini tentu memiliki nilai-nilai filosofis yang kaya.

Keunikan bahwa Jawa juga terletak pada dialek yang beragam di antara suku-suku Jawa yang ada di Jawa Tengah dan juga Jawa Timur.

Bahasa Jawa juga sangat terkait dengan berbagai budaya dan tradisi masyarakatnya, karena hampir seluruh kesenian Jawa dan upacara adat masih menggunakan bahasa Jawa. Secara khusus penggunaan bahasa Jawa “kromo.”

Misalnya dalam acara pernikahan atau “ngunduh mantu” dan pertunjukkan wayang atau acara kebudayaan lainnya.

Sistem Penulisan bahasa Jawa juga masih dilestarikan dan terimplementasi di dalam pendidikan di sekolah.

Bahasa Jawa juga memiliki aksara sendiri, yang sampai saat ini masih diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari pendidikan bahasa daerah.

Ciri-ciri dan penggunaannya

1. Bahasa Jawa Ngoko

Bahasa Jawa Ngoko merupakan bahasa Jawa yang digunakan dalam situasi informal atau kepada sesama teman yang sebaya.

Dalam praktik sehari-hari biasanya bahasa banyak digunakan dalam obrolan teman-teman sebaya, biasanya ketika lagi “nongkrong” atau dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Digunakan dalam sehari-hari (informal). Bahasa Jawa “Ngoko” biasanya digunakan ketika sedang bersama teman, keluarga, atau orang yang lebih muda.

Tidak dianjurkan menggunakan bahasa ini ketika berbicara kepada orang yang lebih tua, orang yang dituakan atau tokoh agama.

Kata-katanya sangat sederhana. Bahasa “Ngoko” menggunakan kosakata yang langsung dan mudah dipahami oleh semua kalangan (orang Jawa) dengan segala umur.

Penggunaan Kata Ganti yang unik. Banyak kata ganti orang lebih akrab, lucu tetapi juga menjengkelkan, seperti kata “kowe” (kamu), “Koen” (kamu), “cuk” (kamu), dan lain-lain.

Contoh Penggunaan Bahasa Jawa Ngoko. Contoh di bawah ini bisa memiliki dialek yang berbeda di beberapa daerah di Jawa, tetapi memiliki maksud dan arti yang sama.

Sapaan: “Piye kabare ” (Bagaimana kabarnya sekarang?) Pertanyaan: “Koen wes mangan urung?” (kamu sudah makan belum?) Pernyataan: “Aku arep dolan neng omahe pacarku.” (Aku mau pergi ke rumah pacarku)

Sindiran: “Wetengku mules delok polahmu!” (Perutku sakit/mules melihat kelakuanmu).

2. Bahasa Jawa Madya

bahasa Jawa Madya adalah bahasa yang digunakan dalam situasi yang lebih formal jika dibandingkan dengan ngoko, tetapi tidak seformal bahasa Jawa “kromo”.

Dalam banyak hal, bahasa ini digunakan saat berbicara dengan orang yang tidak terlalu akrab, seperti dalam konteks pekerjaan atau pertemuan. Bisa juga saat berbicara dengan orang yang lebih tua, tetapi tidak dalam konteks resmi yang sangat formal.

Bahasa yang digunakan dalam percakapan menunjukkan rasa hormat dan sopan, tetapi tidak sekuat bahasa kromo. Kosakata yang digunakan hampir mirip dengan kosakata dari “bahasa kromo”, tetapi tetap lebih sederhana dibandingkan kromo.

Tata bahasa dan struktur kalimatnya lebih rumit apabila dibandingkan dengan “ngoko” tetapi tidak sekompleks bahasa “Kromo”.

Contoh dalam penggunaannya: “piye kabaremu bro” (ngoko), “pripun kabare njengan” (Madya). contoh ketika menyapa orang lain: “Mas, arep neng ngendi sampean?” (ngoko), Mas, njengan bade tindak pundi? (Madya).

3. Bahasa Jawa Kromo

Bahasa Jawa Kromo merupakan tingkatan bahasa Jawa yang paling tinggi, sopan dan formal. Biasana, bahasa ini digunakan dalam situasi resmi atau ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, atau dalam konteks yang memerlukan penghormatan.

Bahasa ini juga digunakan ketika sedang berbicara dengan orang tua atau dalam acara-acara resmi. Perlu kita ketahui semua bahww bahasa kromo menunjukkan penghormatan yang lebih mendalam dan tinggi kepada lawan bicaranya.

Contoh dalam penggunaan sehari-hari: “kowe arep neng ngendi,” (ngoko) yang berarti kamu mau kemana. “Njengan bade tindak pundi” (Madya), yang berarti kamu mau kemana. “Panjengan bade tindak pundi (Kromo), yang berarti kamu mau kemana.

Sejarah perkembangan bahasa Jawa

Sejarah perkembangan bahasa Jawa diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 Masehi di Nusantara ini. Pada masa ini, pengaruh bahasa Sanskerta mulai masuk melalui budaya Hindu-Buddha, yang mana banyak terlihat dari berbagai prasasti-prasasti kuno.

Sekitar abad 9 sampai 15, bahasa Jawa mulai berkembang dengan adanya kerajaan-kerajaan besar seperti Mataram Kuno dan juga kerajaan Majapahit.

Selain itu, banyak karya sastra seperti puisi dan hikayat yang ditulis dengan menggunakan bahasa bahasa Jawa kuno yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta.

Pada masa Kolonial bangsa Belanda di Nusantara sekitar Abad 16 sampai 20, bahasa Jawa mengalami banyak perkembangan dan perubahan.

Bahasa Jawa mulai terpengaruh oleh bahasa Belanda, meskipun tetap mempertahankan struktur dan kosakatanya. Pada periode ini, juga muncul berbagai literatur Jawa modern.

Perkembangan selanjutnya adalah pada Masa Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai dengan sekarang. Setelah Indonesia merdeka dari penjajaan dan kolonialisme Belanda, bahasa Jawa tetap dipertahankan sebagai bahasa daerah meskipun bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan dan bahasa resmi.

Upaya pelestarian bahasa Jawa tetap dilakukan melalui pendidikan, media, dan seni budaya. Era Globalisasi juga menjadi tantangan bagi bahasa Jawa untuk terus bertahan dari gempuran perubahan zaman.

Banyaknya penutur dan seni budaya yang menggunakan bahasa Jawa menjadi alasan tersendiri mengapa bahasa Jawa semakin kokoh dan tidak hilang karena perkembangan zaman dan modernisasi.

Related posts