Nabi Yeremia menerima menerima panggilannya dan melayani sebagai nabi di kerajaan Yehuda pada tahun ketiga belas pada zaman Yosia bin Amon raja Yehuda (Yer. 1:1-2). Ia dengan gagah berani menyerukan pertobatan kepada mereka yang telah bersundal dengan sujud menyembah kepada ilah-ilah buatan tangan manusia.
Israel telah murtad dan melakukan banyak kejahatan di mata TUHAN. Oleh sebab itu, Yeremia tampil dan menyampaikan pesan-pesan Allah mengenai Israel yang dahulu, yakni Israel yang mendengarkan suara Allah (Yer. 2:1-7). Pernyataan itu digambarkan sebagai berikut: “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudumu, ketika engkau menjadi pengantin.”
Cinta mereka di gambarkan ketika menjadi pengantin, demikianlah sepasang pengantin saling mencintai dan mengasihi dengan tulus. Sekarang kerajaan Yehuda telah bersundal dengan menyembah kepada dewa-dewa buatan tangan manusia dan meninggalkan Allah. Nabi Yeremia membawa tugas yang teramat berat, karena harus menegur dan menasehati orang-orang yang sudah bebal dan keras hati.
Nabi Yeremia
Yeremia berasal dari keturunan imam yang ada di Anatot di tanah Benyamin, Ia juga tergolong dalam nabi-nabi besar karena luas dan masa pelayanannya yang cukup lama. Selain memberitakan teguran-teguran yang keras kepada kerajaan Yehuda, Yeremia juga dikenal sebagai penulis kitab yang sama dengan namanya, yaitu kitab Yeremia dan juga Ratapan.
Apabila melihat dari latar belakang panggilannya, Yeremia hampir seperti Musa yang masih muda dan tidak pandai di dalam berbicara. Hal ini terlihat dari jawaban ketika mendapat panggilan itu, “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku masih muda (Yer. 1:6).
Di dalam dunia pelayanan selalu ada anggapan bahwa usia yang sudah dewasa tua (35-50) selalu diangap orang yang paling tepat untuk melayani. Bahkandalam jabatan-jabatan tertentu di dalam organisasi gereja, selalu mencari usia yang sudah tua. Konsep seperti ini ternyata sangat berbeda dengan konsep TUHAN sendiri.
Menurut keterangan di dalam Alkitab, ada banyak kisah mengenai nabi yang di panggil ketika mereka masih berusia muda. Dan tanggapan mereka selalu menolak, “aku masih muda dan tidak pandai berbicara.” Melalui kisah nabi-nabi di dalam Perjanjian Lama dan melalui kisah Yeremia sendiri maka dapatlah dipahami mengenai maksud dan tujuan dari panggilan melayani.
Allah selalu melihat hati dan bukan usia seseorang, meskipun mereka belum memiliki kemampuan dan kecakapan dalam berbicara, Allah tetap memilih mereka. Yang Allah kehendaki adalah menerima panggilan itu dengan taat, “tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi” (Yer. 17).
Oleh sebab itu, panggilan pelayanan seharusnya tidaklah lagi ditentukan oleh usia seseorang. Karena yang terpentung adalah orang tersebut harus memiliki integritias dan kualitas iman atau tidak. Ia juga haruslah berhikmat dan juga dipenuhi oleh Roh.
Pelayanan Yeremia
Yeremia menerima panggilan pelayanannya sekitar tahun 626 SM. Ia menyampaikan pesan-pesan Allah mengenai kehancuran Yerusalem (Kerajaan Yehuda) akibat telah bersundah dengan menyembah allah-allah lain buatan tangan manusia. Apabila mereka terus melakukan perbuatan dosa itu, maka Allah akan membangkitkan kerajaan dari Utara untuk menghancurkan mereka.
Gambaran-gambaran yang disampaikan Yeremia hampir mirip dengan pemberitaan nabi Hosea, yaitu menggunakan istilah perkawinan dan bersundal. Hal ini disampaikan Yeremia di dalam pasal 3: “Apabila seorang isteri telah bercerai dan meninggalkan suaminya, lalu menikah dengan pria lain, maka akan kembalikan suami yang pertama itu?.”
Gambaran-gambaran ini untuk menunjukkan bahwa mereka telah meninggalkan Allah, bersundal dengan menyembah dewa-dewa orang Kanaan. Yeremia juga mengajak Israel dan Yehuda untuk kembali kepada Allah, tetapi mereka tidak mau mendengan perkataannya (Yer. 3:6-25). Bahkan di Anatot, bangsa itu ingin menjabut nyawa Yeremia dengan mengatakan, “Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya engkau jangan mati oleh tangan kami” (Yer. 11:21).
Panggilan dan pelayanan Yeremia tentulah tidak mudah, karena ia harus berhadapan dengan bangsanya sendiri yang keras hati, bebal dan hidup dengan kejahatan. Mereka tidak segan-segan untuk membunuh sang nabi, sungguh dosa yang sangat mengerikan!
Oleh sebab itu, Tuhan Allah berfirman: “pemuda-pemuda mereka akan mati oleh pedang, anak-anak mereka akan mati kelaparan dan tidak ada yang akan tinggal hidup dari antara mereka.” Hal inilah yang pada akhirnya membuat nabi Yeremia meratap dan menangis, karena kota-kota Yerusalem akan hancur dan menjadi sunyi.
Kesedihan Yeremia mengenai Yerusalem (kerajaan Selatan) di tulisnya di dalam kitab Ratapan. Segala bentuk pelayanannya telah dilakukan secara maksimal, bahkan Yeremia banyak menderita penganiayaan, misalnya pada zaman raja Zedekia.
Kesetiaan Yeremia dalam melayani
Meskipun banyak mengalami penderitaan dan ancaman akan kehilangan nyawa, Yeremia tetap teguh dan setia di dalam melayani Allah. Ia dengan setia terus memberitakan dan menyampaikan firman Allah yang telah diterimanya kepada bangsa itu.
Kehidupan Yeremia sebagai abdi dan pelayanan TUHAN dapatlah menjadi contoh dan teladan bagi kita semua pada masa sekarang ini. Memiliki kualitas dan integritas dalam melayani adalah dasar yang utama, supaya dalam melayani Allah, kita tidak ditemukan cacat cela.
Yeremia 17:9 menyatakan bahwa: Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segalas esuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Teks tersebut menyatakan dengan jelas bagaimana keadaan bangsa itu yang hatinya sudah membatu dan tidak pernah mau mendengarkan firman Allah.
Demikianlah seharusnya kita tetap berjaga-jaga dan menguasai diri, supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa dan menjadi bebal. Ingatlah bahwa setiap dosa selalu mendatangkan hukuman sebagaimana pesan-pesan yang disampaikan oleh Yeremia.
Yeremia menjadi salah satu saksi yang melihat kehancuran Yerusalem dan orang-orangnya di bawa ke Babel menjadi tawanan.