Peristiwa menara Babel dalam Kitab Kejadian 1:1-9 mengisahkan tentang keturunan Nuh yang memiliki logat dan bahasa yang sama, mereka hendak mendirikan kota yang puncaknya sampai kelangit. Kejadian 1:1 menjelaskan mengenai latar belakang keturunan Nuh yang hanya memiliki bahasa yang sama.
Di dalam pasal-pasal sebelumnya, setelah hukuman Air Bah kepada bangsa-bangsa yang jahat maka Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh (pasal 9). Perjanjian tersebut berisi janji Allah kepada Nuh dan keturunanya bahwa tidak akan ada lagi Air Bah yang akan memusnahkan segala yang hidup.
Selanjutnya dalam Kejadian 10, dijelaskan mengenai daftar keturunan dari anak-anak Nuh, yaitu Sem, Ham dan Yafet. Setelah peristiwa air bah, keturunan Nuh dari anak-anaknya Sem, Ham dan Yafet semakin bertambah banyak.
Peristiwa menara Babel
Peristiwa menara Babel di dalam Kitab kejadian 11:1-9 memang sangat menarik untuk dipelajari dan juga direnungkan. Apa pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab melalui kisah tersebut. Artikel ini mencoba untuk memberikan penjelasan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kisah pembanguan menara Babel tersebut.
Setelah anak-anak Sem, Ham dan Yafet beranakcucu dan bertambah banyak, maka mereka berpencar dan mendiami beberapa wilayah. Pada awalnya mereka selalu hidup bersama-sama. Namun karena mereka terus bertambah banyak maka mereka perlu mencari tempat yang baik supaya dapat mencukupi kebutuhan dari masing-masing kaum mereka.
Karena mereka terus bertambah banyak, maka mereka terus bergerak ke arah Timur dan mulai mencari tempat yang lebih baik. Meskipun mereka sudah bergerak dan hidup berdasarkan kaumnya, namun hal itu tidaklah dianggap baik bagi mereka.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadi latar belakang kesepakatan untuk membangun kota secara bersama-sama. Membagun kota yang besar secara bersama tentu akan mudah untuk dilakukan. Apalagi mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama, nantinya akan meninggalkan legalistas dan mengukir sejarah mereka sendiri bagi keturunannya.
Dosa apa yang telah mereka perbuat?
Pembanguan kota yang puncaknya sampai ke langit tidak berkenan di hati Tuhan, lalu apakah dosa mereka? Pertanyaan ini mungkin juga menjadi pertanyaan dari teman-teman semua. Oleh sebab itu, marilah kita perhatikan kembali teks dari Kejadian 11:1-9.
Ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa mereka memiliki logat dan bahasa yang sama sehingga ada suatu alasan untuk mendirikan kota yang besar dan megah. Ayat 3 dan 4 menjelaskan bagaimana mereka mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk merealisasikan rencana mereka.
Kejadian 11: 5-6 selanjutnya menjelaskan Tuhan melihat apa yang dikerjakan oleh manusia itu ketika sedang membangun kota. Dalam perspektif Allah, pekerjaan mereka itu dianggap tidak baik. Karena mereka satu bahasa dan pembangunan kota itu baru permulaan dari kesombongan manusia.
Oleh sebab itu, narasi yang sangat singkat tersebut membuat kita kesulitan untuk mengidentifikasi secara jelas mengenai dosa yang telah mereka lakukan. John Dart menjelaskan bahwa peristiwa menara Babel hampir sama dengan peristiwa kejatuhan Adam, dosa Kain dan peristiwa air Bah yang menggambarkan dosa kesombongan dan keangkuhan (John Dart, 2013).
Pembangunan menara Babel ini terletak di sebelah Barat babilonia yang kental dengan struktur budaya dari Mesopotamia. Dalam konteks sejarah Timur Dekat Kuno, pembangunan menara tinggi yang menjulang ke langit menunjukkan simbol kekuasaan yang menyamai kuasa ilahi. Dengan kata lain dapat dikatakan kekuasaan seperti seorang raja atau kekuasaan yang menyamai dewa.
Dalam kisah-kisah selanjutnya juga dijelaskan bahwa Abraham juga berasal Ur-Kasdim yang berasal dari wilayah Mesoptamia. Wilayah ini terkenal dengan penyembahan kepada dewa-dewa atau istilah yang populer dikalangan kekristenan adalah menyembah berhala.
Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa pembangunan menara Babel tersebut didasari oleh kesombongan yang ingin menyamai kuasa Tuhan. Pembanguan kota yang puncaknya sampai ke langit tersebut berasal dari mereka dan untuk kebanggaan mereka sendiri, dari manusia untuk manusia.
Sikap seperti ini merupakan kesombongan dan keangkuhan, nantinya mereka ingin dipuja-puja oleh keturunan mereka. Dan Allah melihat ini adalah permulaan dari dosa kesombongan dan keangkuhan dari manusia. Oleh sebab itu, Allah mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak saling mengerti bahasa yang diucapkan.
Peristiwa menara Babel menjadi gambaran dan pembelajaran bagi umat Allah sampai sekarang ini, bagaimana kesombongan dan keangkuhan tidaklah berkenan di hati Tuhan. Semua kemampuan, keahlian dan kepintaran seseorang selalu berasal dari Allah, sehingga hanya Allahs aja yang layak untuk dimuliakan.
Apabila manusia sudah mencintai dan membanggakan dirinya sendiri, maka kesombongan demi kesombangan sedang tumbuh di dalam dirinya. Sikap dan perbuatan semacam ini tentulah tidak berkenan kepada Allah, karena semuanya berasal dari Dia dan untuk Dia.