Betapa liciknya hati, siapakah yang tahu?

betapa liciknya hati

Nabi Yeremia menyebutkan “betapa liciknya hati” untuk menggambarkan kehidupan dari Kerajaan Selatan yang melakukan penyembahan berhala dan ketidakadilan. Mereka semakin jahat dan tidak mendengarkan suara Allah. Bangsa itu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura beribadah, tetapi hati dan kehidupannya mereka sehari-hari sangatlah jahat.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dibawa kepada situasi-situasi yang membawa kepada dua pilihan: Apakah kita akan mendengarkan suara Tuhan dan beribadah kepada-Nya? Atau kita berpura-pura beribadah tetapi banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat. Dua hal ini menjadi masalah yang terus muncul di dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan.

Renungan kita pada hari terambil dari kitab Yeremia 17:7 mengatakan, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?.” Marilah kita sejenak untuk membaca dan memahami maksud dari firman Tuhan yang disampaikan oeh nabi Yeremia tersebut.

Betapa liciknya hati

“Betapa liciknya hati” merupakan istilah yang digunakan oleh nabi Yeremia untuk menunjukkan keadaan Kerajaan Selatan (Yehuda) pada waktu itu. Kitab Amsal 4:23 juga menuliskan demikian: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”

Dual hal yang saling berhubungan dan berkaitan, karena apa yang ada di dalam hati menunjukkan karakter dan kepribadian dri orang tersebut.

Kitab Amsal memberi perintah bahwa menjaga hati begitu sangat penting. Karena hati adalah pusat kehidupan, apabila hati telah menjadi jahat, maka jahatlah kehidupan orang tersebut. Hati menjadi titik sentral dan penentu dari sikap dan perilaku dari seseorang.

Alkitab telah mengajarkan dan memberitahukan berulang-ulang supaya kita harus menjaga hati dengan segala kewaspadaan. Karena dari hati bisa timbul berbagai perasaan yang baik atau jahat dan berlanjut kepada pikiran-pikiran dan tindakan yang jahat.

Keadaan bangsa Israel

Nabi Yeremia adalah nabi yang Tuhan pakai untuk memperingatkan Kerajaan Selatan supaya bertobat dan mendengarkan suara Allah. Nabi Yeremia juga yang menjadi salah satu saksi hidup yang melihat jatuhnya Kerajaan Selatan (Yehuda) ke tangan Babel. Tentulah peristiwa-peristiwa kejahatan dan kehancurannya dilatar belakangi oleh kejahatan dan kelicikan hati mereka.

Mereka melakukan penyembahan berhala dan juga melakukan ketidakadilan, raja dan penguasa melakukan penindasan kepada rakyat kecil. Segala bentuk nasehat dan peringatan telah disampaikan kepada mereka, tetapi hati mereka telah membatu dan mengeras.

Seruan pertobatan sang nabi tidaklah didengarkan, bahkan mereka menentang Yeremia. Bahkan sang raja sangat kesal dengan nubuat-nubuat yang disampaikan Yeremia, sehingga raja Zedekia memasukannya ke dalam penjara. Sungguh sebuah peristiwa yang menyedihkan sekali, ketika firman Allah tidak didengarkan lagi oleh bangsa itu.

Bagaimana dengan kehidupan kita sekarang ini? Apakah firman Allah menjadi satu-satunya dasar kehidupan kita sebagai sebuah kebenaran? Atau kita menutup hati dan tidak mau mendengarkan ajaran-ajaran yang tertulis di dalam Alkitab.

Penerepan

Dalam kehidupan kita sehari-hari, ada banyak pergulatan dan peperangan rohani yang terjadi. Dalam setiap detik kita selalu diperhadapan kepada pilihan-pilihan untuk tetap takut kepada Allah atau melakukan perbuatan yang jahat. Selain itu, adanya kesempatan-kesempatan terkadang membuat seseorang melakukan perbuatan yang salah.

“Betapa liciknya hati” memberikan gambaran bahwa manusia yang jahat selalu memiliki hati yang licik. Ia dapat memutarbalikan fakta dan kebenaran, sehingga pandai menipu. Perlu dipahami bahwa menipu di sini juga menunjuk kepada ibadah yang dilakukan secara seremonial saja, tetapi hati dan mulutnya sangatlah jahat.

Oleh sebab itu, pembacaan kitab Yeremia 17:7 mengajak anak-anak Tuhan untuk mengalami pertobatan yang sejati, yaitu pertobatan yang mengubahkan hidup. Mereka yang menjadi anak-anak Allah harus menjaga hati dan melakukan kebaikan, sehingga kehidupan mereka menjadi bermanfaat dan berdampak.

Dalam menjalin kehidupan sehari-hari dengan lingkungan sekitar, dengan pasangan atau dengan sahabat, hendaknya selalu dilandasasi dengan kebenaran. Dengan hati yang bersih dan takut akan Tuhan, maka jalan-jalan hidup kita akan selalu sesuai dengan kehendak Tuhan.

Di sisi lain, dalam kehidupan sehari-hari kita juga tidak terlepas dari berbagai kesalah-pahaman, namun kebenaran tersebut akan menuntun kepada pikiran yang bijak. Kebenaran tersebut juga akan membuat seseorang berpikir positif, dapat mengambil keputusan yang bijak dan jauh dari berbagai pikiran jahat.

Mengapa demikian? Hati adala pusat kehidupan dan Roh Kudus akan menuntun kehidupan seseorang kepada kebenaran. Oleh sebab itu, biarlah kebenaran tersebut selalu ada di dalam hatimu dan juga dalam keyakinanmu.

Related posts