Menjalin hubungan asmara menurut Alkitab

Menjalin hubungan asmara menurut Alkitab didasarkan pada rencana Allah dalam membentuk keluarga melalui pernikahan, beranakcucu, memenuhi bumi dan mengelola alam ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab.

Alkitab tidak menjelaskan secara detail mengenai mengapa manusia itu harus menjalin hubungan asmara. Akan tetapi, tujuan itu tersurat di dalam Kejadian 1:28, “beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan takhlukanlah itu, berkuasalah atas seluruh ciptaan yang lain.”

Pertama kali hubungan asmara dan pernikahan digambarkan di dalam perkawinan Adam dan Hawa, mereka adalah keluarga ideal pertama yang Allah tetapkan. Mereka adalah dua sejoli yang sepadan dan menjadi contoh bagi keluarga-keluarga selanjutnya ataupun bagi pemuda-pemudi kristen ketika menjalin hubungan asmara.

Ada dan Hawa bekerjasama, saling melengkapi dan saling setia sampai kehidupan mereka berakhir, yaitu kembali kepada sang Pencipta.

Menjalin hubungan asmara

Berdasarkan keterang dalam Kejadian pasal 1, maka dapatlah dipahami bahwa tujuan Allah menciptakan manusia di bumi adalah supaya mereka menikah, beranakcucu dan bertambah banyak. Sehingga ada sesuatu yang melekat di dalam diri manusia untuk mengasihi dan mencintai atau secara biologis mereka memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis.

Karena manusia diciptakan dengan tujuan tersebut, maka menjalin hubungan asmara menjadi sebuah keharusan secara naluriah. Setiap orang memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai, dan berjalan secara alamiah karena Tuhan telah menciptakan manusia dengan sifat-sifat tersebut.

Pada awalnya, cinta itu suci dan murni karena sifat itu adalah pemberian Allah. Namun karena manusia jatuh ke dalam dosa, maka karakter dan perangai manusia menjadi rusak. Ada kecenderungan manusia menyalahgunakan perasaan cinta itu untuk kepentingan pribadi dan tidak untuk kepentingan Allah.

Akibatnya, manusia saling menyakiti, membohongi dan ada yang sampai melakukan perbuatan yang jahat, yaitu membunuh pasangannya. Oleh sebab itu, pemuda-pemudi kristen yang hendak menjalin hubungan asmara haruslah memahami betul apa itu cinta berdasarkan perspektif Allah dan bukan berdasarkan kehendaknya sendiri.

Tentukan tujuan dalam menjalin hubungan

Pada umumnya orang yang tidak memiliki pacar sering menjadi bahan candaan bagi teman-temannya. Terkadang juga kita merasa malu ketika ngumpul bersama keluarga atau bersama teman-teman karena belum memiliki pasangan. Padahal umurnya sudah dewasa dan sudah layak untuk menikah.

Ketika hendak membangun hubungan asmara atau pacaran, janganlah melakukannya dengan tergesa-gesa. Tetapkan tujuan yang jelas, mengapa kamu ingin membangun hubungan, dan apakah kamu sudah siap menerima kelebihan dan kekurangan pasanganmu?

Dengan menetapkan tujuan ketika pacaran, maka hubungan tersebut memiliki arah dan maksud yang jelas. Andai kata harus putus karena ketidakcocokan itu adalah hal yang berbeda, yang terpenting adalah hubungan tersebut harus memiliki tujuan.

Oleh sebab itu, ketika hendak menentukan pilihan dan menerima seseorang menjadi pasanganmu maka haruslah siap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sehingga tidak terjadi pertengkaran karena hal-hal yang sepele.

Karena pada prinsipnya, orang menjalin hubungan cinta kasih bertujuan untuk bahagia dan saling mendukung dan bukan untuk saling menyakiti. Ketika prinsip ini dipahami dengan benar oleh kedua pasangan, maka hubungan tersebut akan berjalan secara terarah dan diharapkan berjalan sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.

Saling mempercayai

Kejadian 2:24 mengatakan demikian: “Tidak baik jikalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong yang sepadan baginya, yang sepadan dengan dia.” Ayat ini sering digunakan untuk dasar dalam membangun hubungan cinta kasih dan juga pernikahan.

Selanjutnya dijelaskan kembali di dalam Kejadian 2: 24, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Dua ayat di atas memberikan sebuah deskripsi mengenai konsep dan dasar dari sebuah hubungan asmara ataupun pernikahan di dalam kekristenan. Bagian pertama dikatakan bahwa “tidak baik jikalau manusia itu seorang diri saja,” kalimat ini memberikan penegasan bahwa laki-laki membutuhkan seorang penolong di dalam kehidupannya.

Penolong tersebut haruslah sepadan dengan dia, mengapa demikian? Penolong yang sepadan adalah penolong yang mengerti dan memahami keberadaanmu, supaya bisa bekerjasama, saling melengkapi, saling mendukung dan saling mempercayai.

Dalam membangun jalinan asmara maka haruslah menemukan pasangan yang sepadan. Sepadan yang dimaksud bukan berarti harus sama-sama memiliki gelar S1, S2 atau S3, tetapi lebih kepada cara berpikir dalam menentukan tujuan dan konsep bersama.

Apabila dalam menentukan tujuan tersebut mereka tidak bersepakat, maka ini bisa menjadi persoalan di kemudian hari. Bersepakat menunjukkan sikap saling percaya, saling mendukung dan saling menerima sehingga keduanya bersepakat.

Ada baik ketika masih pacaran dan ingin masuk dalam pernikahan, dua sejoli haruslah bersepakat terlebih dahulu, ingatlah bahwa kalian adalah dua kepribadian yang berbeda dan menjadi satu. Penolong yang sepadan bukan berarti mereka sama, tetapi mereka saling merendahkan diri, saling menerima kekurangan masing-masing dan akan saling mendukung.

Memiliki pasangan memang impian dan dambaan bagi semua orang, tetapi terkadang mereka salah dan tidak hati-hati dalam memilih pasangan hidup. Kesalahan-kesalahan ini tentu bisa menghancurkan kehidupan kita sendiri, misalnya terjadi kekerasan di dalam rumah tangga atupun terjadinya perceraian.

Oleh sebab itu, bertekunlah di dalam doa supaya Tuhan mempertemukanmu dengan pasangan yang tepat dan sepadan.

Related posts